Faisal Riza: Pemilu Tanpa Pengawasan, Penuh Pelanggaran
|
PONTIANAK - Webinar Optimalisasi Peran Mahasiswa Dalam Pengawasan Pilkada ditengah Pandemi 2020, yang dilaksanakan Bawaslu Kota Pontianak Bekerjasama dengan Univesitas Widya Dharma Pontianak, Kamis, (2/7/2020).\n\nRatusan peserta yang mengikuti Webinar berlangsung dari pukul 14.00 WIB hingga 16.00 WIB terlihat menyimak pemaparan dari para pemateri.\n\nAnggota Bawaslu Kalbar, Faisal Riza ST.,MH yang menjadi satu diantara Narasumber mengapresiasi kepada Bawaslu Kota Pontianak yang menggelar kegiatan Webinar.\n\nFaisal Riza mengatakan karena ini momentum yang strategis berbicara soal pengawasan Pilkada. Karena kali ini kita sedang menjadi pelaku sejarah melakukan pilkada di era pandemi yang belum pernah disepanjang sejarah di Pemilu Indonesia pun tidak ada yang dalam pandemi seperti ini," ungkap Faisal saat memulai Diskusi.\n\nMemulai dari sejarah pemilu terlebih dahulu, Faisal menjelaskan kenapa sebenarnya Pemilu itu harus diawasi, Pemilu Indonesia dilaksanakan pada tahun 1955 Pemilu ini dianggap paling idealis Pemilu paling murni karena hampir seluruh aliran politik muncul dan tidak ada kekuatan yang mendominasi soal itu, semua orang bisa bicara, berdebat dengan panas tapi begitu hangat dalam pergaulan.\n\nKemudian setelah 1955 kita memasuki era orde baru mulai tahun 1982-1992 semuanya terus yang kita ketahui apa yang disebut setelah hiruk pikuk politik yang mungkin dalam pandangan era orde baru ini tidak menguntungkan untuk proses pembangunan maka yang terjadi difusi partai politik.\n\nBegitu pada jaman orde baru kita tidak perlu untuk datang ke TPS karena kita sudah tahu pemenangnya siapa, pada jaman orde baru begitu kepuasan sangat mendominasi karena itu kita tahu pak harto sampai 32 tahun.\n\n"Masuk dalam era Reformasi tahun 1998, siapa yang menurunkan pak harto ? kita tahu Mahasiswa, sebetulnya seluruh stakeholder bergerak pada saat itu termasuk para politisi di senayan terjadi taktik politik dan yang berkontribusi besar adalah Mahasiswa karena itu mahasiswa sebagai Agen Of Change, Agen Of Change adalah agen perubahan, kalau tidak ada mahasiswa yang menduduki senayan itu maka tidak ada yang disebut reformasi hingga saat ini," jelasnya.\n\nIa menegaskan mengapa Pemilu harus diawasi ? karena kita khawatir kekuasaan kembali “secara tidak adil” karena pemilu itu dalam konstitusi adalah mekanisme atau proses suksesi politik secara legal dan constitutional jadi kepemimpinan kekuasaan itu harus berganti dalam arti lima tahun sekali untuk dikoreksi.\n\nKemudian dalam perjalannya pemilu dipecah, jadi kepala daerah yang dulu dipilih oleh anggota legislatif sekarang dipilih langsung termasuk presiden.\n\nAmanah UUD 1945, Pasal 18 ayat (4): Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.\n\nIa menambahkan demokrasi perlu hadir untuk menciptakan keadilan, tapi demokrasi jauh lebih penting hadir untuk mencegah ketidakadilan, jadi tujuan dari demokrasi itu adalah mencegah ketidakadilan karena itu menjadi sesuatu yang mutlak bagi demokrasi, demokrasi itu pemberitaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.\n\nPemilu tanpa pengawasan akan terjadi manipulasi suara, hilangnya hak pilih, politik uang, pemilu tidak sesuai aturan dan timbul gugatan hasil, biaya politik mahal, pemungutan suara ulang, konflik antar pendukung calon.\n\n"Dari itu perlu peran mahasiswa dalam pengawasan pemilu seperti memberi informasi awal, mencegah pelanggaran, mengawasi/memantau, melaporkan," ucap Faisal."