MK Putuskan Panwas Kabupaten/Kota di UU Pilkada sebagai Bawaslu
|
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) RI mengubah nama lembaga Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten/Kota di UU Pilkada menjadi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).\n\nDikutip melalui laman resmi MK RI via www.mkri.id, Putusan Nomor 48/PUU-XVII/2019 dalam sidang yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (29/1/2020) di ruang sidang Pleno MK yang di ucapkan Hakim Konstitusi, Saldi Isra dalam Sidang Pengucapan Putusan pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).\n\nKetika Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disahkan, maka Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.\n\nSehingga saat dasar hukum kelembagaan penyelenggara pemilu berganti, maka segala peraturan perundang-undangan yang merujuk pada pengaturan lembaga pengawas penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (sebagaimana diatur dalam UU Pilkada) seharusnya menyesuaikan pula dengan pergantian yang terjadi dalam norma tersebut.\n\nDalam perkara yang dimohonkan Surya Efitrimen, Nursari, dan Sulung Muna Rimbawan ini, disebutkan bahwa Pasal 1 angka 17 frasa panwas kabupaten/kota, Pasal 1 angka 17, Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) frasa masing-masing beranggotakan 3(tiga) orang, Pasal 24 ayat (1) UU serta seluruh pasal UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945.\n\nLebih jelas Saldi menguraikan bahwa ketika UU Pilkada yang mengatur lembaga pengawas pemilihan adalah pengawas pemilu sebagaimana diatur UU Pemilu tidak disesuaikan dengan perubahan nomenklatur pengawas pemilu tingkat kabupaten/kota, hal ini akan berakibat terjadinya ketidakseragaman pengaturan dalam penyelenggaraan fungsi pengawasan terutama dalam pemilihan kepala daerah.\n\nKetidakseragaman tersebut, Saldi menjelaskan, dapat berdampak pula pada munculnya dua institusi pengawas penyelenggaraan pemilihan di tingkat kabupaten/kota dalam pemilihan anggota DPR, anggota DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan anggota DPRD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada).\n\n“Padahal, kelembagaan Bawaslu sebagaimana diatur dalam UU 7/2017 adalah lembaga yang diberi status atau sifat tetap (permanen) hingga di tingkat kabupaten/kota. Sementara UU Pilkada justru mengatur pembentukan, nomenklatur, dan sifat yang berbeda terhadap lembaga pengawas dalam pemilihan kepala daerah,” kata Saldi.\n\nSaldi menjabarkan bahwa dengan terjadinya perubahan kelembagaan Bawaslu Kabupaten/Kota berdasarkan UU Pemilu, maka hal tersebut tidak hanya berdampak terhadap kedudukan Bawaslu Kabupaten/Kota dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu, melainkan juga dalam menyelenggarakan pengawasan pemilihan kepala daerah.\n\nDengan arti kata, dengan adanya tugas dan wewenang Bawaslu mengawasi pemilihan kepala daerah sesuai UU Pilkada, perubahan kelembagaan Bawaslu melalui UU Pemilu dengan sendirinya berlaku pula dalam pelaksanaan Pilkada. Sehingga penyesuaian terhadap perubahan dimaksud dalam UU Pilkada menjadi sangat penting. (*)